Terlepas dari salah sebut antara magnet
dan gravitasi, jabal magnet adalah salah satu keanehan persepsi manusia
itu sendiri, bukannya alam.
Fenomena yang mengesankan disini adalah efek keterbalikan gravitasi. Saat anda jalan menurun, rasanya sangat sulit. Pedal gas harus di tekan dalam-dalam. Sebaliknya, saat anda menanjak naik, kendaraan seolah bergerak begitu saja. Anda bahkan tidak perlu menekan pedal. Bila anda yang biasa di pegunungan, anda tentunya tahu kalau sebaliknya lah yang masuk akal. Naik sangat sulit karena melawan gravitasi, sementara turun sangat gampang, karena dibantu gravitasi. Bukan hanya dengan kendaraan, menuang air atau menggulirkan bola akan tampak naik mendaki, bukannya turun.
Daerah semacam ini bukan hanya ada di
Madinah, tapi di China: (Liaoning, Shan Dong, Xi An), Taiwan, Utah,
Uruguay, India (Ladakh) dan Korea. Dan tidak ketinggalan di Gunung
Kelud, Gunung Semeru dan mungkin di Pager Gunung, Pekalongan, negara
kita sendiri. Beberapa orang langsung mengkaitkannya dengan UFO,
paranormal, mukjizat religius, hantu, dan hal-hal yang justru lebih aneh lagi dari fenomenanya sendiri.
Jadi apa sebenarnya fakta ilmiahnya?
Well, menurut fisikawan, dan dibenarkan oleh pengukuran GPS, efek ini
semata hanyalah ilusi. Yup. Ilusi yang disebabkan oleh lansekap. Posisi
pohon dan lereng di daerah sekitar, atau garis cakrawala yang
melengkung, dapat menipu mata sehingga apa yang terlihat menaiki
tanjakan sesungguhnya menuruni tanjakan.
Berdasarkan yang telah anda duga, tidak
di seluruh bagian gunung yang mengalami kondisi ‘ajaib’ ini. Hanya pada
titik tertentu, yang langka, yang kondisi-kondisi memungkinkan agar efek
ini terjadi.
Fisikawan Brock Weiss dari Universitas
Negara Bagian Pennsylvania mengatakan “Kuncinya adalah lereng yang
bentuknya sedemikian hingga memunculkan efek seolah anda menaiki
tanjakan.” Pengukuran GPS yang dilakukan Weiss dan ilmuan lainnya
menunjukkan kalau elevasi daerah dasar tanjakan, sesungguhnya lebih
tinggi dari elevasi daerah puncak tanjakan. Jalannya sesungguhnya
menurun!
Pikiran manusia seringkali menipu, dan
inilah mengapa kita tidak dapat semata bertopang pada kesaksian,
walaupun jujur. Kita memerlukan alat ukur yang lebih canggih dan
obyektif. Dalam kasus jabal magnet dan ratusan gunung sejenis di penjuru
dunia, bukan Hukum Gravitasi Newton yang salah, tapi pikiran kita sendiri yang tertipu.
Pengujiannya sederhana sekali, hanya
pengukuran GPS di titik dasar dan puncak tanjakan. Anda bisa mencoba
sendiri bila anda memiliki GPS. Hal ini mengapa SGS (Saudi Geological
Survey) tidak pernah heboh mengenai adanya Jabal Magnet.
Beberapa orang berusaha mengambil
penjelasan ilmiah dalam bentuk pengaruh lava berusia ratusan juta tahun.
Walau begitu, hal ini jelas salah karena fenomena jabal magnet terjadi
di daerah lain yang bukan gunung berapi.
Mata manusia dan otak dapat dengan mudah
dibohongi sehingga berpikir kalau hukum fisika dapat berubah, namun
yang ada hanyalah penyimpangan sudut pandang dan sudut yang ganjil. Apa
yang dimiliki oleh semua lokasi gravitasi terbalik ini adalah cakrawala
yang sepenuhnya atau sebagian besar terhalangi. Akibatnya, sulit bagi
mata manusia untuk menilai kemiringan sebuah permukaan. Tidak adanya
titik referensi yang handal, diperkuat ilusinya oleh indera keseimbangan
tubuh, khususnya bila kemiringan lereng ini kecil. Akibat lain dari
tidak adanya referensi adalah benda yang secara normal dianggap tegak
lurus tanah (seperti pepohonan) dikira memang tegak lurus, padahal ia
berbaring. Ilusi ini serupa dengan ilusi kamar Ames, dimana bola dapat
terlihat bergulir melawan gravitasi.
http://aksesdunia.com