Serial Keluarga Bulan Sabit
Karya Erwin Alwazir
Karya Erwin Alwazir
rencana tergantung pada niat
tetapi kadang kala takdir sudah tertulis terlebih dahulu
tetapi kadang kala takdir sudah tertulis terlebih dahulu
Kenal nggak Alif? Itu tuh, anak muda yang suka nongkrong di ujung kampung sana. Rambutnya semi ikal, sorot matanya teduh dan sedikit agak redup kayak lampu 5 watt, hidungnya mah setengah mancung. Pas sama wajahnya yang sedikit lebar. Tampang Alif Pokoknya Indonesia banget deh. Susah nyari tiruannya dimana saja, apalagi di pasar loak!
Nah, sih Alif ini tinggal di kampung kenangan. Persis disimpang tiga, tepatnya di depan rumah pak RT 09 yang bernama Om Togar . Rumah pak RT sendiri kalo nggak salah persis di depan rumah Alif. Lho? Gimana sih!
Baiknya diceritain juga ya soal kampungnya si Alif. Kata orang-orang, Dulunya kampung kenangan ini bernama kampung jenggot. Nggak tau kenapa. Mungkin karena warganya hobby melihara kambing. Atau mungkin juga masyarakatnya saat itu lumayan taat ngikuti sunnah rasul dan manjangin jenggot. Dari dua pendapat tersebut, kayaknya versi pertama yang benar. Buktinya, selain ayah Alif, nggak ada lagi warga kampung ini yang punya jenggot. Lagian hampir di setiap rumah warga terpajang kulit dan tanduk kambing sebagai bukti tersisa dari pekerjaan orang tua mereka dahulu.
Cerita berubahnya nama kampung itu lain lagi. Kata orang-orang tua juga, sekitar tahun 1970-an warga kampung Jenggot mengalamai masa-masa sulit. Banyak ternak kambing hilang diculik orang-orang tidak bertanggungjawab. Kabarnya sih buat dijual dagingnya. Kalo buat cinderamata kan nggak mungkin. Belum habis kambing diembat orang, kambing lainnya mendadak tewas, Dinas Perhewanan bilang akibat pemanasan global dan penyakit misterius. Kampung jenggot pun mulai sepi bak kuburan. Sebagian Penghuninya pada hijrah ke Kalimantan.
Warga kampung yang tersisa kemudian melakukan referendum lokal untuk menentukan sikap. Pilihannya antara hijrah sama-sama atau bertahan sama rata. Hasilnya mereka sepakat untuk bertahan. Cuma saja status kampung jengggot kemudian diubah menjadi kampung kenangan. Alasannya untuk membuang sial.
Rupanya harapan warga lumayan terkabul. Sejak perubahan nama tersebut, Rezeki warga kini semakin lancar. Populasi warga kampung kenangan yang sempat surut ditinggal rakyatnya kini tampak pasang kembali. Jumlah warga kembali booming kayak sinetron picisan. Pak camat terkagum-kagum, Cuma bu camat saja yang merasa heran. Wajar, beliau kan panglima PKK di kota Alif. Jadi dia pengen tahu betul kiat kampung kenangan meningkatkan populasi mereka. Setelah diselidiki instansi terkait, ternyata jumlah warga yg meninggal dikampung kenangan selama ini memang lebih sedikit daripada mereka yg lahir. Gugur satu lahir sepuluh! Apapun hasilnya, boleh dikatakan kalo kampung kenangan di era repot nasi saat ini termasuk kampung yg sehat, sehingga cukup halal untuk dihuni sesuai standar yang ditetapkan WHO. ck ck ck.
Mengenai Alif, dia sendiri produk asli kampung kenangan. Seperti kamu juga yang kebanyakan lahir dan besar dikampung-kampung warisan nenek moyang kamu. Bedanya, Kalo kamu mungkin lahir dirumah sakit, lewat bantuan bidan atau dukun beranak, Alif cukup lahir di ranjang ibunya saja! Sejak lahir dia sudah bebas bersyarat dari bantuan medis (emangnya Gayus Tambunan pake bebas bersyarat segala!) Alif juga terbebas dari pengaruh obat-obatan apotik yg harganya mahal. Termasuk bebas juga dari campur tangan dokter berkacamata minus dan perawat gendut yg sering cerewet kalo pasiennya berasal dari keluarga kurang mampu! Bukan berarti alif termasuk keluarga penerima BLT lho. Keluarga alif tergolong mampu kok. Ayahnya punya lembaga pendidikan setingkat SD yang lagi berkembang, ibunya selain punya usaha percetakan juga merangkap guru ngaji di mesjid Nurul Jannah . klop! Dengan status sosial seperti itu, Apa saja kayaknya bisa dibeli. Kereta bayi saja sanggup mereka borong kok. Cuma beli kereta api saja mereka masih mikir. Mikir naruhnya dimana dan berapa truk duit yg harus mereka siapin. Terlalu banyak mikir akhirnya Ayah Alif nggak jadi beli kereta api. Mana kereta apinya sudah hancur terguling lagi. Kalo nggak percaya baca aja Pagaralam Post tahun kemarin!
Alhamdulillah bro, waktu itu Alif nongol di bumi dengan lancar, alami dan natural. Nggak heran kalo kemudian dia tumbuh menjadi pemuda yang gagah, tampan dan rupawan. Ketampanannya bisa dilihat dari semua sisi. Dari depan dia mirip sekali dengan pesepakbola Argentina Lionel Messi, dari samping malah lebih ganteng dari Pasha Ungu, tapi kalo dilihat dari helikopter, Alif kok mirip upil orang Negro yg kececer di planet Mars, ya? La Iyalah, namanya juga dilihat dari udara, mas. Kamu aja kalo dilihat dari sana mungkin mirip dengan kepinding jelek yg lagi ngapung dilautan. Hehehe
Oya, Saat ini Alif duduk dikelas II SMU Bulan Sabit. Dari kelas I sampe sekarang peringkatnya jalan ditempat terus. Turun nggak mau naik juga nggak bisa. Maklum Alif dapet peringkat satu terus. Kalo dibolehkan naik, maka peringkatnya jadi peringkat kosong dong. Mana boleh, bisa didamprat Menteri Persekolahan nanti.
Selain cerdas, Alif juga dikenal alim. Dia banyak sekali hafal Hadist, Fiqih dan ayat-ayat Al-Qur’an. Malah dia hafal luar kepala surat Al Fatihah dan ayat Kursi, nggak kalah dengan anak SD tetangga. Dari kecil memang Alif paling nggak suka ketemu hantu.
“Udah jelek, pelit lagi!” Begitu alasan Alif saat ditanya gurunya waktu kelas I SD dahulu.
Pokoknya panjang banget deh kalo kita cerita soal Alif. Bisa-bisa sepanjang jalan kenangan, atau malah sepanjang kasih ibu. Sebanyak apapun Kata-kata yang kita tulis, kayaknya kita tidak akan bisa menandingi pengorbanan beliau ya. Iyakan, iyakan? Makanya turutilah pesan dokter penyakit hati alias ustadz; jadilah anak yang cerdas, gaul tapi sya’ri seperti Alif.
Pukul 05.10 WIB, Waktu Insan Beriman.
“Lif, Aaliiif,”
Pagi-pagi buta ibu membangunkan Alif dengan suara lembut. Alif sempat menggeliat sejenak.
“Subuh sudah lewat, Lif. Gimana nih, katanya mau ngebangunin ibu, eh malah kebalik,”sahut ibu dibalik pintu. Alif mengucek-ucek mata, duduk ditepi ranjang dan melirik jam weker. Tepat jam 05.11 WIB. Jam weker disetel bunyi pukul 4.45, Tapi kok alarmnya nggak bunyi? Alif sedikit heran
“Lif, Aliif,”suara ibu semakin lembut. Beda dengan ibu-ibu sekarang. Kalo merasa dicuekin oleh anaknya pasti si ibu ngamuk-ngamuk, mendobrak pintu kamar sambil membawa rotan.
“Aliiif, bangun nak. Nanti subuhnya tambah jauh,”duh, suara ibu semakin lembut, nyaris seperti berbisik, membuat alif kalah.
“Iya, bu. Sudah merdeka nih,”sahut Alif kemudian, sambil melacak sendal jepitnya dilantai.
“Alif pesan apa? Susu campur bandrek apa jamu beras kencur?”
Alif kaget. Dia urung mengambil sendal jepitnya yang nongkrong jauh di sudut ranjang.
“Nggak usah bu. Alif udah gede, jakun aja hampir sama besar sama ayah,”sahut Alif lalu senyum-senyum sendiri.
Gantian ibu yang tertawa.
“Ya udah, ibu ke dapur dulu nyiapin air panas. Sebaskom cukup ya?”
Air hangat? Alif sempat mikir sejenak. Emang dia punya adik baru sampai-sampai ibu nyiapin air hangat segala. Kapan lahirnya? Ngapain juga ibu yang nyiapin itu kalo baru melahirkan. Ya ampun, sejak kapan perut ibu berisi adek???! Beragam pertanyaan ngawur memang suka terlintas dikepala orang yang baru bangun tidur. Apalagi kalo belum sikat gigi seperti Alif!
“Buat ngilangin rematik ayah ya bu?” nah, Alif mulai siuman . Ayah Alif memang baru saja kena gejala rematik. habis ronda seperti malam ini biasanya dia selalu pengen mandi pake air hangat. Kalo Cuma sebatas air hangat, ibu dengan setia selalu menyiapkannya. Cuma kalo sudah macem-macem, misalnya minta air hangat campur kopi dan gula buat mandi, tentu ibu dengan nekad menolaknya.
“Buat siapa lagi kalo bukan buat Alif, anak ibu tercinta dan terkasih,”kata ibu tak lama berselang. Lagi- lagi Alif kaget. Dia segera loncat-loncat kecil dan membuka pintu kamar.
“Bu...,”katanya memelas pada ibu yg akan melangkah ke dapur.
“Kenapa?”Ibu memandang heran.
“Nggak usah bu. Alif kan bukan anak kecil lagi. Lagi pula mana pernah Alif mandi pagi pake air hangat,”ujar Alif setengah memohon.
“Cuma bercanda, Lif. Ibu tau kamu orangnya nggak pernah bikin repot ibu. Makanya ibu bilang begitu biar kamu cepet bangun dan keluar dari singgasanamu yang berantakan itu.”Ibu menunjuk ranjang Alif yang belum sempat diberesin.
“Cuma itu ya bu?” Alif garuk kepala.
“Iyalah,” sahut ibu tersenyum dan melangkah ke dapur.
Alif menghela nafas. Dia memang nggak mau ngerepotin ibu malah mau meringankkannya kok. Misalnya, membangunkan ibu subuh hari sebelum ibu sempat membangunkannya. Itu juga rencananya beberapa hari terakhir. Boleh-boleh saja Alif punya niat, tapi ternyata selalu ibu yang menjalankan niatnya tersebut.
Dalam Seminggu terakhir, Untuk ketiga kalinya ibu berhasil mengalahkan dan membangunkan Alif terlebih dahulu.
Kekalahan pertama Alif terjadi 4 hari yg lalu. Saat itu jam weker sdh disetelnya hrs bunyi 15 menit sebelum subuh. Biasanya jam segitu ibu belum sempat bangun. Ternyata meleset dan tetap saja ibu yg lebih dulu bangun. Besoknya alif gunakan senjata ganda, jam weker dan HP disetel agar bunyi serentak 30 menit sebelum subuh. Lagi-lagi dia tak mendengar apa –apa kecuali setelah ibu mengetuk pintu kamar persis saat azan subuh berkumandang. Dan terakhir malam tadi, Alif gunakan 3 senjata pamungkas sekaligus ; hp, jam weker, dan jam dinding, ketiganya disetel harus bunyi 1 jam sebelum azan subuh. Hasilnya? Tetap saja ibu yg membangunkannya. Padahal ketiga senjata itu sehat wal’afiat, nggak ada yg rusak. Telinga Alif juga normal karena tiap hari sering dibersihin. Mustahil dia nggak mendengar benda-benda itu menjerit. Lucunya, Saat disetel harus kompak bunyi tepat jam enam pada pagi ini, ternyata tiga-tiganya bunyi semua, keras lagi, sampai-sampai ibu berlarian dari dapur ke kamar alif takut kalo ada yg konslet! Aneh, disetel jam 6 bunyi, jam 7 sama saja. Tapi kok mereka nggak kompak bunyi sebelum subuh? Atau mungkin tiga-tiganya bukan beragama islam? pikir Alif ngawur.
Tradisi lomba bangun pagi ini membuat Alif merenung. Dia ingin bertanya pada ayah penyebabnya, tapi malu. Sama ibu lebih malu lagi. Jalan terakhir Alif pun memberanikan diri bertanya pada Ustadz Aldin. Ustadz pun tertawa mendengarnya.
“Kenapa kamu nggak begadang saja semaleman, biar bisa membangunkan ibu kamu kapan saja,”
“Males, tadz. Kata Rhoma Irama begadang itu nggak ada gunanya. Kecuali bagi satpam!”
Ustadz mengekeh lalu dia mulai ngasih wejangan.
“Niat kamu baik, Lif. Sayangnya niat itu bukan karena Allah. Kamu melakukan itu sekedar ingin menunjukan pada orang tua kamu, kalo kamu bisa bangun lebih awal dari pada mereka,”ujar Ustadz.
Alif tercenung.
“Lif, ana tau betul...” Ustadz melanjutkan. “Orangtua kamu itu orang-orang yg ikhlas. Selain itu, didikan dari kakek-nenek kamu sama mereka juga sangat ketat. Mereka dari kecil sudah dibiasakan bangun sebelum sholat subuh, minimal saat azan berkumandang. Sedangkan kamu...,” Ustadz menghentikan kalimatnya. Dia takut Alif tersinggung. Lebih takut lagi kalo Alif kalap, frustasi, lari ke jalan raya dan menabrakan dirinya ke kereta api. Bahaya, kan? Sayangnya ustadz lupa, kalo rumahnya jauh dari jalan raya dan sejak zaman penjajahan dulu mana ada kereta api di kota ini. Kalo korek api sih banyak, ustadz! Hihihi
“Saya tahu maksud ustadz selanjutnya,”sahut Alif mendadak jadi dukun.
Dahi ustadz mengerut, menunggu penjelasan Alif.
“Dari kecil saya memang jarang dibangunkan sebelum subuh Ustadz. Mungkin karena saya anak satu-satunya. Jadi mereka sangat sayang sama saya, mereka tidak mau membangunkan saya, mengganggu tidur saya, mengganggu mimpi indah saya. Akibatnya saya terbiasa bangun setelah subuh, bukan sebelum azan dikumandangkan. Bukankah begitu ustadz?”
“Bener. Bangun sebelum subuh itu beranjak dari niat dan kebiasaan. Insya Allah bila niat kamu baik dan semata-mata karena Allah, maka niat itu akan membiasakan kamu,”nasehat Ustadz serius. “Ingat Lif. Rencana tergantung pada niat, tetapi takdir kadangkala sudah ditetapkan terlebih dahulu,”ujar Ustadz.
Alif manggut-manggut. Azan Ashar berkumandang, Ustadz dan Alif bergegas menuju masjid Nurul Jannah.
Habis bantu-bantu beneri motor orang di bengkel buyung Rudalman yg biasa di panggil Bung Rudal, Alif menepati janjinya untuk membelikan makanan kecil kesukaan ibu. Dia studi tour ke supermarket membeli pempek Palembang. Dari pasar dia mampir sejenak di rumah Epos nanyain kepastian rencana mereka untuk liburan ke Pagaralam, kampung neneknya.
“Nggak usah khawatir. Pokoknya kita pasti ke Pagaralam,”
“Insya Allah gitu lho,”ralat Alif dengan nada gaul.
“Ya Insya Allah. Maaf, lupa Ustadz,” Epos membungkukkan badan tanda menyesal.
“Soal mobil gimana?”
“Ada sebiji. Nanti kita minta Bung Rudal yg nyopir. Kebetulan dia liburan ke sana juga. Keponakannya ada yg maried,” ujar Epos dan serta merta dia meloncat menyumpal mulut Alif dengan Pagaralam Post Edisi Jakarta!
“Sorry ustadz, maksudku tadi walimahan, bukan married,”kata Epos. Rupanya dia takut di protes Alif lagi.
“Yes!!!” Alif bukannya marah, tapi meloncat girang setelah tahu Bung Rudal turut berpartisipasi meramaikan liburan mereka. Dia meninju bahu Epos dengan agak keras. “Syukron!”katanya merangkul Epos yg meringis kesakitan.
Pulang dari rumah Epos, wajah Alif semakin ceria. Padahal cuaca agak mendung. Memang ada hubungannya?
“Assalamu’alikum,” Alif mengucap salam penuh semangat.
“Wa’alaikumsalam warahmatullah...” Ayah dan ibu menjawab serentak dari dapur. Kebetulan nih. Alif nyelonong kesana. Wajah Alif yg awalnya ceria tiba-tiba merajuk dihadapan orangtuanya.
“Dari mana saja, Lif?” ayah menyapa ramah dan sedikit agak heran melihat perubahan wajah Alif.
“Pengen ngasih kejutan ya?” Ibu melirik bawaan Alif, yg langsung menyembunyikanya dibalik punggung.
“Hayo gabung jagoan. Ini ibu lagi bagi-bagi rezeki. Bukan menang lotre lho,”canda Ayah.
“Tadi dia ngajak ayah beli pempek Palembang kesukaan kamu, kesukaan ibu, kesukaan ayah, kesukaan kita!”cerita Ayah mengabaikan gejolak hati Alif.
Alif hanya mematung. Dia merasakan minggu-minggu yang paling berat dalam hidupnya. Seindah apapun rencananya untuk menyenangkan hati ibu, tapi selalu ibu yang sukses menyenangkan hatinya. Sungguh ibu yang sangat luar biasa, batin Alif kagum. Benarlah kata ustadz tadi, rencana tergantung pada niat tetapi takdir sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Dan hari ini, jumat tanggal 1 april 2012, ibu ditakdirkan kembali sukses mengalahkan Alif untuk keempat kalinya.
Pagaralam, 10 Mei 2013
CERITA DI ATAS MERUPAKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG. DILARANG COPYPASTE TANPA IZIN DARI PENULIS YANG BERSANGKUTAN SELAKU PEMILIK BLOG INI. SAYA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DENGAN PELANGGARAN YANG ANDA LAKUKAN.
SALAM EDUKASIONER BY Erwin Alwazir
Nah, sih Alif ini tinggal di kampung kenangan. Persis disimpang tiga, tepatnya di depan rumah pak RT 09 yang bernama Om Togar . Rumah pak RT sendiri kalo nggak salah persis di depan rumah Alif. Lho? Gimana sih!
Baiknya diceritain juga ya soal kampungnya si Alif. Kata orang-orang, Dulunya kampung kenangan ini bernama kampung jenggot. Nggak tau kenapa. Mungkin karena warganya hobby melihara kambing. Atau mungkin juga masyarakatnya saat itu lumayan taat ngikuti sunnah rasul dan manjangin jenggot. Dari dua pendapat tersebut, kayaknya versi pertama yang benar. Buktinya, selain ayah Alif, nggak ada lagi warga kampung ini yang punya jenggot. Lagian hampir di setiap rumah warga terpajang kulit dan tanduk kambing sebagai bukti tersisa dari pekerjaan orang tua mereka dahulu.
Cerita berubahnya nama kampung itu lain lagi. Kata orang-orang tua juga, sekitar tahun 1970-an warga kampung Jenggot mengalamai masa-masa sulit. Banyak ternak kambing hilang diculik orang-orang tidak bertanggungjawab. Kabarnya sih buat dijual dagingnya. Kalo buat cinderamata kan nggak mungkin. Belum habis kambing diembat orang, kambing lainnya mendadak tewas, Dinas Perhewanan bilang akibat pemanasan global dan penyakit misterius. Kampung jenggot pun mulai sepi bak kuburan. Sebagian Penghuninya pada hijrah ke Kalimantan.
Warga kampung yang tersisa kemudian melakukan referendum lokal untuk menentukan sikap. Pilihannya antara hijrah sama-sama atau bertahan sama rata. Hasilnya mereka sepakat untuk bertahan. Cuma saja status kampung jengggot kemudian diubah menjadi kampung kenangan. Alasannya untuk membuang sial.
Rupanya harapan warga lumayan terkabul. Sejak perubahan nama tersebut, Rezeki warga kini semakin lancar. Populasi warga kampung kenangan yang sempat surut ditinggal rakyatnya kini tampak pasang kembali. Jumlah warga kembali booming kayak sinetron picisan. Pak camat terkagum-kagum, Cuma bu camat saja yang merasa heran. Wajar, beliau kan panglima PKK di kota Alif. Jadi dia pengen tahu betul kiat kampung kenangan meningkatkan populasi mereka. Setelah diselidiki instansi terkait, ternyata jumlah warga yg meninggal dikampung kenangan selama ini memang lebih sedikit daripada mereka yg lahir. Gugur satu lahir sepuluh! Apapun hasilnya, boleh dikatakan kalo kampung kenangan di era repot nasi saat ini termasuk kampung yg sehat, sehingga cukup halal untuk dihuni sesuai standar yang ditetapkan WHO. ck ck ck.
Mengenai Alif, dia sendiri produk asli kampung kenangan. Seperti kamu juga yang kebanyakan lahir dan besar dikampung-kampung warisan nenek moyang kamu. Bedanya, Kalo kamu mungkin lahir dirumah sakit, lewat bantuan bidan atau dukun beranak, Alif cukup lahir di ranjang ibunya saja! Sejak lahir dia sudah bebas bersyarat dari bantuan medis (emangnya Gayus Tambunan pake bebas bersyarat segala!) Alif juga terbebas dari pengaruh obat-obatan apotik yg harganya mahal. Termasuk bebas juga dari campur tangan dokter berkacamata minus dan perawat gendut yg sering cerewet kalo pasiennya berasal dari keluarga kurang mampu! Bukan berarti alif termasuk keluarga penerima BLT lho. Keluarga alif tergolong mampu kok. Ayahnya punya lembaga pendidikan setingkat SD yang lagi berkembang, ibunya selain punya usaha percetakan juga merangkap guru ngaji di mesjid Nurul Jannah . klop! Dengan status sosial seperti itu, Apa saja kayaknya bisa dibeli. Kereta bayi saja sanggup mereka borong kok. Cuma beli kereta api saja mereka masih mikir. Mikir naruhnya dimana dan berapa truk duit yg harus mereka siapin. Terlalu banyak mikir akhirnya Ayah Alif nggak jadi beli kereta api. Mana kereta apinya sudah hancur terguling lagi. Kalo nggak percaya baca aja Pagaralam Post tahun kemarin!
Alhamdulillah bro, waktu itu Alif nongol di bumi dengan lancar, alami dan natural. Nggak heran kalo kemudian dia tumbuh menjadi pemuda yang gagah, tampan dan rupawan. Ketampanannya bisa dilihat dari semua sisi. Dari depan dia mirip sekali dengan pesepakbola Argentina Lionel Messi, dari samping malah lebih ganteng dari Pasha Ungu, tapi kalo dilihat dari helikopter, Alif kok mirip upil orang Negro yg kececer di planet Mars, ya? La Iyalah, namanya juga dilihat dari udara, mas. Kamu aja kalo dilihat dari sana mungkin mirip dengan kepinding jelek yg lagi ngapung dilautan. Hehehe
Oya, Saat ini Alif duduk dikelas II SMU Bulan Sabit. Dari kelas I sampe sekarang peringkatnya jalan ditempat terus. Turun nggak mau naik juga nggak bisa. Maklum Alif dapet peringkat satu terus. Kalo dibolehkan naik, maka peringkatnya jadi peringkat kosong dong. Mana boleh, bisa didamprat Menteri Persekolahan nanti.
Selain cerdas, Alif juga dikenal alim. Dia banyak sekali hafal Hadist, Fiqih dan ayat-ayat Al-Qur’an. Malah dia hafal luar kepala surat Al Fatihah dan ayat Kursi, nggak kalah dengan anak SD tetangga. Dari kecil memang Alif paling nggak suka ketemu hantu.
“Udah jelek, pelit lagi!” Begitu alasan Alif saat ditanya gurunya waktu kelas I SD dahulu.
Pokoknya panjang banget deh kalo kita cerita soal Alif. Bisa-bisa sepanjang jalan kenangan, atau malah sepanjang kasih ibu. Sebanyak apapun Kata-kata yang kita tulis, kayaknya kita tidak akan bisa menandingi pengorbanan beliau ya. Iyakan, iyakan? Makanya turutilah pesan dokter penyakit hati alias ustadz; jadilah anak yang cerdas, gaul tapi sya’ri seperti Alif.
***
Pukul 05.10 WIB, Waktu Insan Beriman.
“Lif, Aaliiif,”
Pagi-pagi buta ibu membangunkan Alif dengan suara lembut. Alif sempat menggeliat sejenak.
“Subuh sudah lewat, Lif. Gimana nih, katanya mau ngebangunin ibu, eh malah kebalik,”sahut ibu dibalik pintu. Alif mengucek-ucek mata, duduk ditepi ranjang dan melirik jam weker. Tepat jam 05.11 WIB. Jam weker disetel bunyi pukul 4.45, Tapi kok alarmnya nggak bunyi? Alif sedikit heran
“Lif, Aliif,”suara ibu semakin lembut. Beda dengan ibu-ibu sekarang. Kalo merasa dicuekin oleh anaknya pasti si ibu ngamuk-ngamuk, mendobrak pintu kamar sambil membawa rotan.
“Aliiif, bangun nak. Nanti subuhnya tambah jauh,”duh, suara ibu semakin lembut, nyaris seperti berbisik, membuat alif kalah.
“Iya, bu. Sudah merdeka nih,”sahut Alif kemudian, sambil melacak sendal jepitnya dilantai.
“Alif pesan apa? Susu campur bandrek apa jamu beras kencur?”
Alif kaget. Dia urung mengambil sendal jepitnya yang nongkrong jauh di sudut ranjang.
“Nggak usah bu. Alif udah gede, jakun aja hampir sama besar sama ayah,”sahut Alif lalu senyum-senyum sendiri.
Gantian ibu yang tertawa.
“Ya udah, ibu ke dapur dulu nyiapin air panas. Sebaskom cukup ya?”
Air hangat? Alif sempat mikir sejenak. Emang dia punya adik baru sampai-sampai ibu nyiapin air hangat segala. Kapan lahirnya? Ngapain juga ibu yang nyiapin itu kalo baru melahirkan. Ya ampun, sejak kapan perut ibu berisi adek???! Beragam pertanyaan ngawur memang suka terlintas dikepala orang yang baru bangun tidur. Apalagi kalo belum sikat gigi seperti Alif!
“Buat ngilangin rematik ayah ya bu?” nah, Alif mulai siuman . Ayah Alif memang baru saja kena gejala rematik. habis ronda seperti malam ini biasanya dia selalu pengen mandi pake air hangat. Kalo Cuma sebatas air hangat, ibu dengan setia selalu menyiapkannya. Cuma kalo sudah macem-macem, misalnya minta air hangat campur kopi dan gula buat mandi, tentu ibu dengan nekad menolaknya.
“Buat siapa lagi kalo bukan buat Alif, anak ibu tercinta dan terkasih,”kata ibu tak lama berselang. Lagi- lagi Alif kaget. Dia segera loncat-loncat kecil dan membuka pintu kamar.
“Bu...,”katanya memelas pada ibu yg akan melangkah ke dapur.
“Kenapa?”Ibu memandang heran.
“Nggak usah bu. Alif kan bukan anak kecil lagi. Lagi pula mana pernah Alif mandi pagi pake air hangat,”ujar Alif setengah memohon.
“Cuma bercanda, Lif. Ibu tau kamu orangnya nggak pernah bikin repot ibu. Makanya ibu bilang begitu biar kamu cepet bangun dan keluar dari singgasanamu yang berantakan itu.”Ibu menunjuk ranjang Alif yang belum sempat diberesin.
“Cuma itu ya bu?” Alif garuk kepala.
“Iyalah,” sahut ibu tersenyum dan melangkah ke dapur.
Alif menghela nafas. Dia memang nggak mau ngerepotin ibu malah mau meringankkannya kok. Misalnya, membangunkan ibu subuh hari sebelum ibu sempat membangunkannya. Itu juga rencananya beberapa hari terakhir. Boleh-boleh saja Alif punya niat, tapi ternyata selalu ibu yang menjalankan niatnya tersebut.
Dalam Seminggu terakhir, Untuk ketiga kalinya ibu berhasil mengalahkan dan membangunkan Alif terlebih dahulu.
Kekalahan pertama Alif terjadi 4 hari yg lalu. Saat itu jam weker sdh disetelnya hrs bunyi 15 menit sebelum subuh. Biasanya jam segitu ibu belum sempat bangun. Ternyata meleset dan tetap saja ibu yg lebih dulu bangun. Besoknya alif gunakan senjata ganda, jam weker dan HP disetel agar bunyi serentak 30 menit sebelum subuh. Lagi-lagi dia tak mendengar apa –apa kecuali setelah ibu mengetuk pintu kamar persis saat azan subuh berkumandang. Dan terakhir malam tadi, Alif gunakan 3 senjata pamungkas sekaligus ; hp, jam weker, dan jam dinding, ketiganya disetel harus bunyi 1 jam sebelum azan subuh. Hasilnya? Tetap saja ibu yg membangunkannya. Padahal ketiga senjata itu sehat wal’afiat, nggak ada yg rusak. Telinga Alif juga normal karena tiap hari sering dibersihin. Mustahil dia nggak mendengar benda-benda itu menjerit. Lucunya, Saat disetel harus kompak bunyi tepat jam enam pada pagi ini, ternyata tiga-tiganya bunyi semua, keras lagi, sampai-sampai ibu berlarian dari dapur ke kamar alif takut kalo ada yg konslet! Aneh, disetel jam 6 bunyi, jam 7 sama saja. Tapi kok mereka nggak kompak bunyi sebelum subuh? Atau mungkin tiga-tiganya bukan beragama islam? pikir Alif ngawur.
Tradisi lomba bangun pagi ini membuat Alif merenung. Dia ingin bertanya pada ayah penyebabnya, tapi malu. Sama ibu lebih malu lagi. Jalan terakhir Alif pun memberanikan diri bertanya pada Ustadz Aldin. Ustadz pun tertawa mendengarnya.
“Kenapa kamu nggak begadang saja semaleman, biar bisa membangunkan ibu kamu kapan saja,”
“Males, tadz. Kata Rhoma Irama begadang itu nggak ada gunanya. Kecuali bagi satpam!”
Ustadz mengekeh lalu dia mulai ngasih wejangan.
“Niat kamu baik, Lif. Sayangnya niat itu bukan karena Allah. Kamu melakukan itu sekedar ingin menunjukan pada orang tua kamu, kalo kamu bisa bangun lebih awal dari pada mereka,”ujar Ustadz.
Alif tercenung.
“Lif, ana tau betul...” Ustadz melanjutkan. “Orangtua kamu itu orang-orang yg ikhlas. Selain itu, didikan dari kakek-nenek kamu sama mereka juga sangat ketat. Mereka dari kecil sudah dibiasakan bangun sebelum sholat subuh, minimal saat azan berkumandang. Sedangkan kamu...,” Ustadz menghentikan kalimatnya. Dia takut Alif tersinggung. Lebih takut lagi kalo Alif kalap, frustasi, lari ke jalan raya dan menabrakan dirinya ke kereta api. Bahaya, kan? Sayangnya ustadz lupa, kalo rumahnya jauh dari jalan raya dan sejak zaman penjajahan dulu mana ada kereta api di kota ini. Kalo korek api sih banyak, ustadz! Hihihi
“Saya tahu maksud ustadz selanjutnya,”sahut Alif mendadak jadi dukun.
Dahi ustadz mengerut, menunggu penjelasan Alif.
“Dari kecil saya memang jarang dibangunkan sebelum subuh Ustadz. Mungkin karena saya anak satu-satunya. Jadi mereka sangat sayang sama saya, mereka tidak mau membangunkan saya, mengganggu tidur saya, mengganggu mimpi indah saya. Akibatnya saya terbiasa bangun setelah subuh, bukan sebelum azan dikumandangkan. Bukankah begitu ustadz?”
“Bener. Bangun sebelum subuh itu beranjak dari niat dan kebiasaan. Insya Allah bila niat kamu baik dan semata-mata karena Allah, maka niat itu akan membiasakan kamu,”nasehat Ustadz serius. “Ingat Lif. Rencana tergantung pada niat, tetapi takdir kadangkala sudah ditetapkan terlebih dahulu,”ujar Ustadz.
Alif manggut-manggut. Azan Ashar berkumandang, Ustadz dan Alif bergegas menuju masjid Nurul Jannah.
***
Habis bantu-bantu beneri motor orang di bengkel buyung Rudalman yg biasa di panggil Bung Rudal, Alif menepati janjinya untuk membelikan makanan kecil kesukaan ibu. Dia studi tour ke supermarket membeli pempek Palembang. Dari pasar dia mampir sejenak di rumah Epos nanyain kepastian rencana mereka untuk liburan ke Pagaralam, kampung neneknya.
“Nggak usah khawatir. Pokoknya kita pasti ke Pagaralam,”
“Insya Allah gitu lho,”ralat Alif dengan nada gaul.
“Ya Insya Allah. Maaf, lupa Ustadz,” Epos membungkukkan badan tanda menyesal.
“Soal mobil gimana?”
“Ada sebiji. Nanti kita minta Bung Rudal yg nyopir. Kebetulan dia liburan ke sana juga. Keponakannya ada yg maried,” ujar Epos dan serta merta dia meloncat menyumpal mulut Alif dengan Pagaralam Post Edisi Jakarta!
“Sorry ustadz, maksudku tadi walimahan, bukan married,”kata Epos. Rupanya dia takut di protes Alif lagi.
“Yes!!!” Alif bukannya marah, tapi meloncat girang setelah tahu Bung Rudal turut berpartisipasi meramaikan liburan mereka. Dia meninju bahu Epos dengan agak keras. “Syukron!”katanya merangkul Epos yg meringis kesakitan.
Pulang dari rumah Epos, wajah Alif semakin ceria. Padahal cuaca agak mendung. Memang ada hubungannya?
“Assalamu’alikum,” Alif mengucap salam penuh semangat.
“Wa’alaikumsalam warahmatullah...” Ayah dan ibu menjawab serentak dari dapur. Kebetulan nih. Alif nyelonong kesana. Wajah Alif yg awalnya ceria tiba-tiba merajuk dihadapan orangtuanya.
“Dari mana saja, Lif?” ayah menyapa ramah dan sedikit agak heran melihat perubahan wajah Alif.
“Pengen ngasih kejutan ya?” Ibu melirik bawaan Alif, yg langsung menyembunyikanya dibalik punggung.
“Hayo gabung jagoan. Ini ibu lagi bagi-bagi rezeki. Bukan menang lotre lho,”canda Ayah.
“Tadi dia ngajak ayah beli pempek Palembang kesukaan kamu, kesukaan ibu, kesukaan ayah, kesukaan kita!”cerita Ayah mengabaikan gejolak hati Alif.
Alif hanya mematung. Dia merasakan minggu-minggu yang paling berat dalam hidupnya. Seindah apapun rencananya untuk menyenangkan hati ibu, tapi selalu ibu yang sukses menyenangkan hatinya. Sungguh ibu yang sangat luar biasa, batin Alif kagum. Benarlah kata ustadz tadi, rencana tergantung pada niat tetapi takdir sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Dan hari ini, jumat tanggal 1 april 2012, ibu ditakdirkan kembali sukses mengalahkan Alif untuk keempat kalinya.
Pagaralam, 10 Mei 2013
CERITA DI ATAS MERUPAKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG. DILARANG COPYPASTE TANPA IZIN DARI PENULIS YANG BERSANGKUTAN SELAKU PEMILIK BLOG INI. SAYA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DENGAN PELANGGARAN YANG ANDA LAKUKAN.
SALAM EDUKASIONER BY Erwin Alwazir